Video aksi pembakaran paspor Indonesia yang melibatkan belasan anak dan orang dewasa dianggap sebagai propaganda kelompok ISIS untuk menunjukkan seolah-olah mereka masih layak diperhitungkan.
Video tersebut diyakini dibuat dua atau tiga tahun lalu di sebuah wilayah di Indonesia dan diunggah kembali di Youtube.
"Itu salah-satu provokasi (ISIS), semacam trik mereka untuk menunjukkan bahwa mereka masih eksis," kata mantan Kepala Badan nasional penanggulangan terorisme (BNPT) Ansyad Mbai kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Kamis (19/05) siang.
Walaupun demikian, menurut Ansyad, pemerintah Indonesia seharusnya tidak menganggap enteng praktik propaganda kelompok ISIS yang melibatkan anak-anak.
"Artinya, anak-anak itu dalam jangka panjang nanti, ISIS masih punya kader yang cukup militan," katanya. "Dengan kata lain, potensi bahaya terorisme cukup tinggi."
Lebih lanjut Ansyad menganalisa kelompok Negara Islam, atau dulu menyebut dirinya sebagai ISIS, sedang terdesak di dalam mempertahankan wilayahnya di Irak dan Suriah.
Dalam situasi seperti itulah, video ini kemudian diunggah kembali ke Youtube oleh kelompok pendukung ISIS.
Di dalam video berdurasi sekitar dua menit ada belasan bocah dan orang dewasa yang mengenakan baju loreng tengah membakar paspor. Terlihat bendera ISIS di pojok kanan video tersebut.
Anak-anak itu juga ditampikan bergantian latihan menembak dengan senjata laras panjang dan pendek. Selanjutnya, seorang dewasa yang dikelilingi belasan anak terdengar berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Mereka terlihat memegang paspor Malaysia dan Indonesia yang kemudian dibakar. "Kami akan membakar paspor-paspor ini sebagai tanda pembebasan diri kami kepada kamu, wahai pemimpin-pemimpin thaghut (zalim), wahai kerajaan-kerajaan thaghut," kata sang pria dewasa.
Diperlihatkan pula ketika seorang pria melontarkan kata-kata: "Bahwasanya kami akan datang kepada kamu dengan bala tentara yang kamu tidak akan mampu mengalahkan," kata dia.
Menurut Ansyad Mbai, aksi bakar paspor oleh pendukung kelompok militan ISIS bukan hal yang baru, karena sudah terjadi dalam dua atau tiga tahun silam.
"Hampir semua militan dari Indonesia yang ke sana (Sutiah atau Irak), dan juga dari negara lain, begitu mereka masuk di perbatasan Suriah atau Irak, mereka bakar paspornya," ungkapnya.
Dia kemudian mengingatkan lagi ketika muncul video yang menampilkan anak-anak tengah latihan menembak dan baris-berbaris. "Dua atau tiga tahun lalu, sudah muncul video yang melibatkan anak-anak yang kita sebut Children of Soldier," kata Ansyad.
"Mereka (anak-anak itu) digunakan sebagai tameng di sana dan dalam jangka panjang nanti, begitu mereka kembali ke negara masing-masing, akan menjadi militan yang cukup potensial melakukan aksi teror," sambungnya.
Ansyad meyakini video itu dibuat di wilayah Indonesia sekitar dua atau tiga tahun silam, dan sekarang ditampilkan lagi untuk menunjukkan bahwa mereka seolah-olah masih layak diperhitungkan.
"Saya tidak yakin video itu dibuat di Suriah. Mereka itu cerdas menggunakan memori publik yang sejak tiga atau empat tahun lalu ingat ada ada kejadian itu, lalu dimunculkan lagi," katanya.
Pemerintah Indonesia sejauh ini meyakini ada ratusan warga Indonesia yang berangkat ke Suriah atau Irak untuk bergabung dengan kelompok militan Negara Islam atau ISIS.
Sebelum dilarang oleh pemerintah dua tahun lalu, sejumlah warga Indonesia secara terang-terangan menunjukkan dukungan terhadap ISIS.
Diduga kuat dukungan terhadap ISIS terus menyebar di Indonesia, tetapi otoritas hukum tidak bisa melakukan tindakan terhadap mereka selama tidak terbukti melakukan tindak terorisme.
[ huntnews.id ]
Video tersebut diyakini dibuat dua atau tiga tahun lalu di sebuah wilayah di Indonesia dan diunggah kembali di Youtube.
"Itu salah-satu provokasi (ISIS), semacam trik mereka untuk menunjukkan bahwa mereka masih eksis," kata mantan Kepala Badan nasional penanggulangan terorisme (BNPT) Ansyad Mbai kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Kamis (19/05) siang.
Walaupun demikian, menurut Ansyad, pemerintah Indonesia seharusnya tidak menganggap enteng praktik propaganda kelompok ISIS yang melibatkan anak-anak.
"Artinya, anak-anak itu dalam jangka panjang nanti, ISIS masih punya kader yang cukup militan," katanya. "Dengan kata lain, potensi bahaya terorisme cukup tinggi."
Lebih lanjut Ansyad menganalisa kelompok Negara Islam, atau dulu menyebut dirinya sebagai ISIS, sedang terdesak di dalam mempertahankan wilayahnya di Irak dan Suriah.
Dalam situasi seperti itulah, video ini kemudian diunggah kembali ke Youtube oleh kelompok pendukung ISIS.
Di dalam video berdurasi sekitar dua menit ada belasan bocah dan orang dewasa yang mengenakan baju loreng tengah membakar paspor. Terlihat bendera ISIS di pojok kanan video tersebut.
Anak-anak itu juga ditampikan bergantian latihan menembak dengan senjata laras panjang dan pendek. Selanjutnya, seorang dewasa yang dikelilingi belasan anak terdengar berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Mereka terlihat memegang paspor Malaysia dan Indonesia yang kemudian dibakar. "Kami akan membakar paspor-paspor ini sebagai tanda pembebasan diri kami kepada kamu, wahai pemimpin-pemimpin thaghut (zalim), wahai kerajaan-kerajaan thaghut," kata sang pria dewasa.
Diperlihatkan pula ketika seorang pria melontarkan kata-kata: "Bahwasanya kami akan datang kepada kamu dengan bala tentara yang kamu tidak akan mampu mengalahkan," kata dia.
Menurut Ansyad Mbai, aksi bakar paspor oleh pendukung kelompok militan ISIS bukan hal yang baru, karena sudah terjadi dalam dua atau tiga tahun silam.
"Hampir semua militan dari Indonesia yang ke sana (Sutiah atau Irak), dan juga dari negara lain, begitu mereka masuk di perbatasan Suriah atau Irak, mereka bakar paspornya," ungkapnya.
Dia kemudian mengingatkan lagi ketika muncul video yang menampilkan anak-anak tengah latihan menembak dan baris-berbaris. "Dua atau tiga tahun lalu, sudah muncul video yang melibatkan anak-anak yang kita sebut Children of Soldier," kata Ansyad.
"Mereka (anak-anak itu) digunakan sebagai tameng di sana dan dalam jangka panjang nanti, begitu mereka kembali ke negara masing-masing, akan menjadi militan yang cukup potensial melakukan aksi teror," sambungnya.
Ansyad meyakini video itu dibuat di wilayah Indonesia sekitar dua atau tiga tahun silam, dan sekarang ditampilkan lagi untuk menunjukkan bahwa mereka seolah-olah masih layak diperhitungkan.
"Saya tidak yakin video itu dibuat di Suriah. Mereka itu cerdas menggunakan memori publik yang sejak tiga atau empat tahun lalu ingat ada ada kejadian itu, lalu dimunculkan lagi," katanya.
Pemerintah Indonesia sejauh ini meyakini ada ratusan warga Indonesia yang berangkat ke Suriah atau Irak untuk bergabung dengan kelompok militan Negara Islam atau ISIS.
Sebelum dilarang oleh pemerintah dua tahun lalu, sejumlah warga Indonesia secara terang-terangan menunjukkan dukungan terhadap ISIS.
Diduga kuat dukungan terhadap ISIS terus menyebar di Indonesia, tetapi otoritas hukum tidak bisa melakukan tindakan terhadap mereka selama tidak terbukti melakukan tindak terorisme.
[ huntnews.id ]
Post a Comment