Kasus Korupsi RS Sumber Waras, Ahok atau BPK yang Ngawur?


Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di gedung KPK, Jakarta, untuk diperiksa sebagai saksi, Selasa (12/4/2016).
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebut ‘ngawur’ oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Pernyataan itu disampaikan saat Ahok usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (12/4/2016).
Tentu saja pernyataan tersebut menuai banyak kritik. Adalah Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), Fadli Nasution, menyesalkan pernyataan Ahok. Kata Fadli, Ahok sebagai Kepala Pemerintahan Daerah sudah sepantasnya mengetahui tugas dan wewenang BPK.
BPK sebagai lembaga tinggi negara yang dibentuk berdasarkan Pasal 22E UUD 1945 memiliki wewenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
“Pembelian lahan RS Sumber Waras senilai Rp 800 miliar itu kan versi BPK terindikasi korupsi. Padahal itu uang negara. Jadi tidak salah jika BPK melakukan audit investigasi supaya kasus ini jadi terang benderang,” terang Fadli, Rabu (13/4).
Dikatakan Fadli, lembaga BPK selama ini telah bekerja sesuai Konstitusi dan UU Nomor 15 Tahun 2006. Sehingga sampai saat ini belum ada pihak yang mengatakan BPK ‘ngawur’, kecuali Ahok.
“Tentu ini (Ahok) tidak etis dan bisa menjadi preseden buruk bagi pihak-pihak yang juga diaudit oleh BPK Baru kali ini ada Gubernur yang mengatakannya demikian,” sebut Fadli.
Pernyataan Ahok ini, lanjut Fadli, dapat diindikasikan sebagai tindakan yang menghalangi atau memengaruhi proses penyidikan (obstruction of justice). Apalagi pernyataannya disampaikan saat dia menjadi saksi dalam kasus korupsi RS Sumber Waras di KPK. Justru Ahok harusnya bisa legawa dan menjadikan audit investigasi BPK sebagai bahan untuk penyidikan dan bukannya dimentahkan.
Terpisah, Ketua DPP PDI-Perjuangan Hendrawan Supratikno mendesak agar KPK tidak termakan dengan omongan Ahok. Dalam hal ini KPK harus jeli dan independen dalam kasus dugaan korupsi RS Sumber Waras.
Dikatakan Hendrawan, KPK telah terbawa opini publik yang diucapkan Ahok kalau data BPK ngaco alias tidak benar terkait adanya kerugian keuangan daerah sebesar Rp 191 miliar atas lahan Sumber Waras.
“Ya jelas dong, KPK harus independen dan keputusannya tidak diombang-ambing dengan opini publik yang sedang dibangun Ahok,” ujar Hendrawan di Gedung Nusantara I DPR, Jakarta, Rabu (13/4/2016).
Karena itu Hendrawan meminta KPK untuk memposisikan kasus RS Sumber Waras yang diduga melibatkan Ahok secara proposional. “Kita dorong KPK untuk mempercepat pemeriksaan kasus Sumber Waras,” tandasnya.
Kasus ini bermula saat Pemprov DKI membeli lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp 800 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2014.
Saat itu BPK menilai proses pembelian itu dinilai tidak sesuai dengan prosedur. Pasalnya, Pemprov DKI membeli dengan harga lebih mahal dari seharusnya sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar.
BPK juga menemukan enam penyimpangan dalam pembelian lahan Sumber Waras. Enam penyimpangan itu adalah penyimpangan dalam tahap perencanaan, penganggaran, tim, pengadaan pembelian lahan RS Sumber Waras, penentuan harga, dan penyerahan hasil. siagaindonesia.com